KEHANCURAN ALAM SEMESTA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi abad ke-21, membuat para ilmuan
berlomba-lomba untuk menguak seluruh fenomena yang terjadi di alam
semesta ini melalui berbagai eksperimen maupun observasi.
Para fisikawan semula disibukkan dengan awal mula kejadian alam.
Banyak teori yang muncul dari semua penelitian. Teori Kondensasi, Teori
Steady-State, hingga Teori Dentuman Besar yang lebih dikenal dengan
Teori Big Bang. Tidak ada yang bisa mengetahui kebenaran secara mutlak
dari teori-teori tersebut. Akan tetapi banyak ilmuan yang mempercayai, Teori Big Bang-lah yang mendekati kebenaran ilmiah.
Selanjutnya, teori mengenai berakhirnya alam ini pun juga menyedot
perhatian para ilmuan. Terlebih dunia juga sempat dikejutkan dengan
salah satu film yang menceritakan tentang hari berakhirnya alam ini,
Hari Kiamat.
Kehancuran alam semesta merupakan peristiwa yang paling besar dari
serangkaian fenomena alam yang pasti akan terjadi dalam sejarah
kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini. Ketika
fenomena alam terbesar ini terjadi, alam semesta akan kembail menyusut
dan mengecil, sehingga benda-benda langit saling bertumbukan diremas
oleh gaya gravitasi yang maha kuat dan akhirnya masuk kembali dalam
singularitas menuju ketiadaan; Kiamat Universal.[1]
Hancurnya alam semesta, diiringi dengan keadaan musnahnya umat manusia
yang berarti hancurnya seluruh peradaban yang telah dibangun oleh
manusia selama berabad-abad lamanya. Tentu saja banyak orang-orang yang
ingin menetahui kapan dan bagaimana kiamat itu terjadi. Memang manusia
tidak dapat meramalkan kapan kehancuran alam semesta akan terjadi,
tetapi bagi ilmuwan ada skenario-skenario yang dapat dibuat yang
menjurus pada kepunahan umat manusia. Begitu juga dengan pemakalah yang
mencoba mengkaji teori kehancuran alam semesta dari perspektif Al-Qur’an
dan Sains Modern (Teori Big Crunch).
Sains tidak dapat dikatakan netral, melainkan mengandung nilai-nilai
yang menyusup melaui konsensus para ilmuan yang membenarkannya. Sains
telah berkembang selama empat abad dalam lingkungan bangsa Eropa yang
tak Islam dan selama itu pula telah mewarisi nilai-nilai tak Islami.
Dasar pemikiran sains yang mereka susun membatasi sains itu sendiri
sedemikian rupa sehingga ia tak dapat menerima masukan dari agama,
sehingga agama dimasukkan dalam kelompok ilmu lain yaitu ilmu
metafisika.[2]
Tema kehancuran alam semesta perlu ditinjau dari perspektif Islam dan
Sains Modern. Hal tersebut karena sains dikembangkan untuk mencari
kebenaran, maka pada akhirnya ia akan bersesuaian juga dengan Al-Qur’an.
Sebab ayatullah dalam jagad raya atau Al-Kaun yang diteliti oleh para
saintis tidak mungkin bertentangan dengan ayatullah di dalam Al-Qur’an.
Kebenaran tentang kehancuran alam semesta yang terdapat dalam berbagai
ayat-ayat Al-Qur’an adalah absolut. Sains berusaha menjelaskan secara
ilmiah dari fenomena kiamat tersebut, dan untuk menguatkan informasi
yang telah ada dalam Al-Qur’an.
Ahmad Khoirun Marzuki mengungkapkan perkara yang ditetapkan oleh
Al-Qur’an mengenai hari kiamat tidak bertentangan dengan teori ilmu alam
yang dikemukakan oleh para pakar.[3]
Timbul pertanyaan, bagaimana kehancuran alam semesta dalam perspektif
Al-Qur’an dan Sains? Dan apa pesan moral kiamat atau kehancuran alam
semesta?
Dengan mempertimbangkan bahwa Al-Qur’an sebagai sebuah wahyu dengan
kebenarannya yang bersifat absolut sehingga harus selalu ditafsirkan
kembali sesuai dengan kebutuhan pada masa kini, dan sains sebagai sebuah
pengetahuan yang bersifat universal sehingga perlu dibuktikan secara
ilmiah, maka dipandang perlu untuk melakukan pengkajian tentang Teori
Kehancuran Alam dipandang dari Al-Qur’an dan Sains Modern.
Sistematika pembahasannya meliputi: Teori Kehancuran Alam dalam
Perspektif Al-Quran, Teori Kehancuran Alam menurut Sains Modern (teori
Big Crunch), dan hubungan diantara Islam dan Sains.
- Batasan Masalah
Al-Qur’an memiliki banyak ayat yang menganjurkan manusia untuk
berfikir dan menggunakan akal mereka dalam mengungkapkan rahasia alam
semesta.[4]
Pada kesempatan ini, pemakalah membatasi sumber yang diambil dari ayat
Al-Quran. Ayat Al-Quran yang digunakan adalah surat Al-Anbiya’ ayat 104.
” Pada hari kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku”.
Kiamat atau kehancuran alam semesta merupakan fenomena tersendiri
untuk para cendekiawan dan ilmuan. Salah satu cabang ilmu yang menelaah
kiamat adalah sains. Dalam hal ini pemakalah membatasi kajian mengenai
kehancuran alam semesta perspektif sains pada teori Big Crunch.
- Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan dasar pemikiran di atas, maka pokok yang menjadi titik konsentrasi kajian adalah:
- Bagaimana Teori Kehancuran Alam menurut Al-Quran?
- Bagaimana Kehancuran Alam perspektif Sains (Fisika) pada teori Big Crunch?
- Bagaimana hubungan penjelasan Teori Kehancuran Alam dari sudut pandang Al-Qur’an dan Sains (Fisika)?
- Tujuan
- Mengetahui ranah integrasi-interkoneksi teori kehancuran alam semesta perspektif Al-Qur’an dan Sains modern
- Mengetahui model integrasi-interkoneksi teori kehancuran alam semesta perspektif Al-Qur’an dan Sains modern
- Manfaat
- Mempertebal keimanan dan ketaqwaan
- Mengetahui penjelasan Al-Quran mengenai Teori Kehancuran Alam
- Mengetahui penyelidikan Sains mengenai Teori Kehancuran Alam
- Mengetahui hubungan pendekatan Islam dan Sains (Fisika).
- Kajian pustaka
- Skripsi yang ditulis Oni Puji Astuti, (Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Kiamat Menurut Qur’an. Skripsi ini berisi tentang Penelitian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang kiamat, sehingga tidak ada keraguan untuk tidak mempercayai adanya kiamat. sehingga umat Muslim lebih Istiqomah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ayat- ayat di dalam Al-Qur’an di kaji secara mendetail tentang peristiwa kiamat. Perbedaannya dengan makalah penulis adalah bahwa dalam skripsi ini tidak membahas tentang kiamat tersebut dari perspektif sains, sehingga yang membaca skripsi ini khususnya kaum Muslim tidak mempunyai argumen untuk menyangkal hal yang dikemukakan oleh ilmuan non Muslim yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an. Sedangkan dalam makalah penulis, membahas teori kehancuran alam dalam dua perspektif, yaitu dari Al-Qur’an dan Sains.
- Skripsi yang ditulis oleh Efa Ida Amaliyah, (jurusan Tadris Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Kehancuran Alam semesta dalam Al-Quran (Perspektif Kosmologi). Skripsi ini berisi tentang kehancuran alam semesta dalam Al-Qur’an perspektif kosmologi. Pada skripsi ini membahas kehancuran alam dari segi sains secara global dengan mengambil berbagai macam teori seperti Big Crunch, Big Chill dan Big Rip. Hail itu berbeda dengan makalah penulis yang lebih mengkhususkan pada teori Big Crunch.
- Karya Tulis Ilimiah yang ditulis oleh Susanti Rahayu, (jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan tekonologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Teori Kehancuran Alam menurut Islam dan Sains (Fisika). Karya Tulis Ilmiah ini bersisi tentang teori kehancuran alam ditinjau lebih umum yaitu dari Islam. Sehingga rujukannya tidak hanya dari Al-Qur’an melainkan mengambil juga dari Hadits, hal tersebut yang membedakan dengan makalah penulis. Pemakalah hanya mengambil teori dari satu ayat Al-Qur’an yaitu surat al-Anbiya’ ayat 104. Selain itu, dalam perspektif sains, karya ilmiah ini mengambil beberapa teori kehancuran alam, sedangkan pemakalah hanya ditinjau dari satu teori, yaitu teori Big Crunch.
G. Metode penulisan
Penelitian dalam makalah ini merupakan penelitian kepustakaan
(library research), data diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang
berkaitan dengan kehancuran alam. Pengumpulan data dilakukan dengan
membaca dan menelaah karya-karya yang telah ditulis oleh peneliti
sebelumnya.
Selanjutnya kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah menjadi acuhan dalam karya tulis ini.
BAB II
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Teori kehancuran semakin berkembang seiring dengan adanya beragam isu
mengenai kapan tepatnya kehancuran alam terjadi. Dalam kehidupan
masyarakat hari kehancuran alam lebih dikenal dengan Hari Kiamat.
Setelah masa yang semakin berlalu, keadaan yang menandakan akan dekatnya
zaman menuju kehancuran semakin digali. Bahkan telah banyak ilmuan
menemukan beberapa fenomena alam yang dapat menjelaskan kebenaran
Al-Quran dan hadis mengenai tanda datangnya Hari Kehancuran Alam.
Tidak bisa dipungkiri, rahasia Hari Kiamat hanya Allah SWT yang tahu,
Dialah yang mengetahui segala sesuatu. Ketika Komet Levi-Schumacher
masuk ke dalam daerah Tata Surya dan tertangkap oleh Yupiter, banyak
komentar yang diberikan oleh para astronom. Mereka mengatakan, apabila
komet itu lolos, maka akan menghantam Bumi dan kehidupan di Bumi akan
lenyap.[5]
Di dalam Al-Quran sendiri, terdapat beberapa tanda-tanda Hari Kehancuran salah satunya seperti dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 104
tPöqt ÈqôÜtR uä!$yJ¡¡9$# ÇcsÜ2 Èe@ÉfÅb¡9$# É=çGà6ù=Ï9 4
$yJx. !$tRù&yt/ tA¨rr& 9,ù=yz ¼çnßÏèR 4 #´ôãur !$oYøn=tã 4
$¯RÎ) $¨Zä. úüÎ=Ïè»sù ÇÊÉÍÈ
Artinya: “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat
lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama
Kami akan mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya
Kami-lah yang akan melaksanakannya.”
Ketakutan yang besar dan terbesar itu, mulai terjadi pada hari Kami melipat langit dengan sangat mudah bagaikan melipat lembaran buku-buku atau
kertas. Ketika itulah bermula proses perhitungan dan pembalasan. Hal
itu sangat gampang Kami lakukan-walaupun makhluk telah mati dan punah,
karena sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama dari ketiadaan menjadi ada, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji atas diri Kami, yakni yang pasti Kami tepati atas kehendak Kami sendiri bukan karena terpaksa; sesungguhnya Kami-lah yang kan melaksanakannya. Demikian juga halnya dengan langit bila ditutup atas kuasa Allah Swt. “semua langit dilipat dengan tangan kanan-Nya” (QS.
az-Zumar: 97), dalam arti semua langit hilang dari pandangan dan
pengetahuan siapapun kecuali Allah Swt. dan siapa yang dikehendaki-Nya.[6]
Pengetahuan tentang hari kehancuran, hanya Allah yang mengetahuinya. Manusia hanya diberi ilmu sedikit.[7]
Al-Qur’an hanya memberikan beberapa isyarat tentang hari kehancuran
alam semesta ini. Belum tentu sebagai suatu rangkian mekanisme yang
pernah terjadi atau dapat diprakirakan oleh sains saat ini. Tetapi
mengkaji kemungkinan secara ilmiah, diharapkan memerkuat keyakinan kita
akan kepastian hari kehancuran.
Menurut teori evolusi bintang, matahari akan membesar menjadi bintang
raksasa, merah menjelang kematiaanya. Pada saat itu matahari bersinar
sedemikian terangnya hingga lautan akan mendidih dan kering, batuan akan
meleleh, dan kehidupan pun akan punah. Kemudian matahari akan terus
bertambah besar hingga planet-planet disekitarnya, merkurius, venus,
bumi dan bulan serta mars, masuk ke dalam bola gas matahari. Barangkali
kejadian inilah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an Surat al-Qiyamah ayat
7-9 sebagai “bersatunya matahari dan bulan”. Kita tidak bisa bicara
tentang rentang waktu tibanya peristiwa ini sampai akhirnya kehancuran
ntotal alam semesta. Karena, walaupun secara teoritik dapat diperkirakan
kapan matahari akan menjadi bintang raksasa merah, sekitar 5 milyar
tahun lagi, tetapi kepastian tentang saat kehancuran hanya Allah yang
tahu.[8]
Jatuhnya pecahan komet berdiameter sekitar 100 meter di Tunguska
(Siberia Utara) menumbangkan hutan dengan radius 25 km, dan ledakannya
terdengar sejauh 800 km. ini contoh kerusakan akibat tumbukan benda
langit.[9]
Kehancuran total nampaknya bermula dari berkontraksinya alam semesta.
Kontraksi atau pengerutan alam semesta yang digambarkan dalam model
alam semesta yang digambarkan dalam model alam semesta “tertutup” mirip
dengan gambaran Al-Qur’an tentang hari kehancuran semesta. “Apabila matahari digulung dan apabila bintang-bintang berjatuhan” (at-Takwir:
1-2). Mungkin ini menggambarkan ketika alam semesta mulai mengerut.
Ketika itulah galaksi-galaksi mulai saling mendekat dan bintang-bintang,
termasuk tata surya, saling bertumbukan, atau ‘jatuh’ satu menimpa yang
lain. Alam semesta makin mengecil ukurannya. Dan akhirnya semua materi
di alam semesta akan runtuh kembali menjadi satu kesatuan seperti pada
awal penciptaannya. Inilah yang disebut Big Crunch (keruntuhan besar) sebagai kebalikan dari Big Bang, ledakan
besar saat penciptaan alam semesta. Kejadian inilah yang digambarkan
oleh Allah dalam Surat al-Ambiya’ ayat 104 dengan mengumpamakan
pengerutan alam semesta seperti makin mampatnya lembaran kertas yang
digulung.
BAB III
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF SAINS MODERN
(TEORI BIG CRUNCH)
Big Crunch menyatakan alam semesta akan terus berkembang hingga titik
maksimal, kemudian setelah mencapai titik maksimal maka alam semesta
akan mengalami kompresi atau mengecil dan akhirnya kembali menjadi
titik.[10]
Untuk menentukan nasib mana yang menunggu alam semesta, kita perlu
lebih mengerti secara menyeluruh faktor apa yang menyebabkan mengembang
dan mengempis. Tapi sebelum kita mempelajari lebih dalam, analogi
sederhana mungkin dapat membantu. Andaikan anda melempar sebuah batu ke
udara. Selama sebuah batu tersebut naik, gravitasi bumi akan melambatkan
kenaikan batu dan pada akhirnya menghentikan gerak batu sehingga batu
jatuh kembali ke bumi. Di sisi lain, jika anda dapat melemparkan batu
lebih cepat daripada the earth’s escape velocity , batu akan
naik selamanya. Sifat pergerakan batu tergantung pada kekuatan gravitasi
dan impuls keatas yang diberikan kepada batu. Hal yang sama berlaku
untuk pengembangan alam semesta.
Tidak lama dari waktu kelahiran alam semesta, beberapa proses memulai
pengembangan alam semesta. Sejak saat itu gaya-gaya gravitasi antar
galaksi dan semua muatan-muatan alam semesta yang lain memperlambat
ekspansi. Jika gaya gravitasi alam semesta cukup lemah, atau jika impuls
atau daya dorong awal ekspansi cukup kuat, kita dapat perkirakan alam
semesta akan mengembang selamanya. Dan sebaliknya.
Untuk mengukur kekuatan relatif dari efek-efek ini terhadap alam
semesta, kita dapat membandingkan energi gravitasi yang mempertahankan
posisi galaksi satu dengan yang lain dengan energi ekspansinya.
Untuk melihat seberapa kuat efek dari gravitasi, para ahli astronomi
menggunakan hukum gravitasi Newton, yang dimodifikasi untuk menghitung
teori relativitas. Yang akhirnya menyatakan bahwa jauh lebih mudah untuk
bekerja dengan rapat massa alam semesta (jumlah massa yang dikandung
menghasilkan volume). Alasannya adalah sederhana: para ahli astronomi
dapat mengukur parat massa alam semesta tapi tidak bisa mengukur secara
langsung massanya. Untuk mengukur massanya, kita akan harus
mengobservasi seluruh alam semesta. Untuk mengukur rapat massanya, kita
hanya perlu menukur massa dalam luasan tertentu, yang mewakili volume
kosmos.
- A. Rapat Massa Alam Semesta
Untuk mengukur rapat massa alam semesta, para ahli astronomi memilih
sebuah volume dari alam semesta dan menghitung galaksi yang ada
didalamnya. Selanjutnya kita mengukur massa setiap galaksi, tambahkan
massa-massanya, dan bagi dengan volumenya[11]. Sebagai contoh, untuk mengukur rapat massa disuatu lokasi, para ahli astronomi memilih Local Group, yang tersusun atas tiga galaksi besar dan sekita dua dozen yang kecil. Massa total gas dan bintang di Local Group diperkirakan menjadi sekitar 1012 massa
matahari, yang dapat kita ubah menjadi kilogram jika kita
mengkalikannya dengan massa matahari, kilogram. Jadi untuk massa sebuah
kelompok sekitar kilogram.
Selanjutnya, massa dibagi dengan volume Local Group, yang diasumsikan sebagai sebuah bola dengan radius adalah jarak dari pusat Local Group
ke kelompok galaksi yang terdekat selanjutnya, sekitar 3 Mpc (sekitar
meter) jauhnya. Menggunakan rumus volume bola menghasilkan volume Local Group
sekitar , meter kubik. Pembagian massa dengan volume ini menghasilkan
rapat massa sekitar , kilogram per meter kubik, atau sekitar , kilogram
per liter.
Disekitar Local Group adalah lingkungan suatu materiyang
lebih beraneka ragam daripada rata-rata. Untuk mendapatkan sample yang
lebih mewakili, kita harus melihat pada daerah yang lebih luas yang
mencakup baik gugusan-gugusan maupun ruang-ruang kosong, dan kita harus
memasukkan gas antar galaksi, terutama pada gugusan-gugusan. Sebuah
perhitungan yang mirip untuk volume yang lebih besar dari galaksi ini
dihasilkan sebuah nilai yang sedikit lebih kecil sekitar kilogram per
liter atau, rata-rata, secara kasar 2 atom hidrogen per 10 meter kubik.
Rapat massa yang rendah ini memeberikan beberapa indikasi seberapa tipis
rapat massa alam semesta saat ini.
Gambar 1. Ukuran alam semesta dimasa lalu dan masa depan yang dihitung memiliki perbedaan rapat mass.
Untuk menentukan apakah alam semesta akan berkembang selamanya atau
mengempis, para ahli astronomi membandingkan observasi rapat massa ini
dengan rapat massa kritis yang dihitung secara teori, yang ditulis
dengan huruf rho . Jika rapat massa sebenarnya lebih besar daripada
rapat massa kritis, alam semesta akan mengempis; jika lebih kecil, alam
semsta akan mengembang selamanya. Kita dan menghitung rapat massa kritis
dengan membandingkan enegri potensial gravitasi pada sebuah volume
dengan energi kinetik ekspansi pada volume yang sama. Pada rapat massa
kritis, kedua energi bernilai sama. Dan secara metematis rapat massa
kritis adalah
Dimana H adalah konstanta Hubble dan G adalah konstanta gravitasi.
Tanpa menurunkan penurunan secara penuh, kita dapat melihat kenapa
persamaan ini terbentuk. Energi potensial gravitasi tergantung pada
rapat massa dan konstanta gravitasi Newton, dimana enegri kinetik
tergantung pada kecepatan ekspansi kuadrat, yang dapat dihubungkan
dengan konstanta Hubble. Sehingga, kita samakan nilai proporsional untuk
dan dan kita selesaikan untuk .
Para ahli astronomi menggunakan besaran yang disebut omega ( ) untuk
mengindikasikan seberapa dekat rapat massa yang diamati terhadap rapat
massa kritis. Untuk jumlah materi dalam alam semesta, ahli kosmologi
menentukan sebagai nilai dari rapat massa yang sesungguhnya dibagi dengan rapat massa kritis:
.
Dengan notasi ini,
Jika
Jika
Jika
Terdapat masalah-masalah dengan model alam semesta dengan banyaknya
materi gelap. Seperti yang dapat dilihat dalam gambar diatas, nilai
memberikan implikasi bahwa Big Bang terjadi kurang dari 10 milyar tahun
yang lalu. Hal ini dikarenakan pengurangan kecepatan alam semesta yang
pada awalnya mengembang dengan cepat, jadi dapat mencapai ukuran yang
besar lebih cepat daripada alam kemampuan alam semesta untuk
mempertahankan laju tetap ekspansi yang lebih lambat. Umur untuk alam
semesta dibawah 10 milyar tahun adalah masalah utama, karena terdapat
gugusan berbentuk bola yang diperkirakan berumur 12-13 tahun dan tidak
mungkin didalam alam semesta dapat menjadi lebih tua daripada alam
semesta itu sendiri.
- B. Ditemukannya Supernova Tipe Ia
Gambar 2. Dengan mengetahui ekspansi sebagai lebar
redshift, sebagai contoh pada z = 1, kita dapat menentukan model
kosmologi mana yang dapat kita gunakan.
Gambar 3. Grafik jarak dan penurunan kecepatan dari jarak galaksi.
Untuk mengembangkan prediksi mengenai nasib akhir alam semesta, para
ahli kosmologi telah mengembangkan perngertian yang berbeda menguji
bagaimana alam semesta mengembang. Selain mengukur laju terkini dari
ekspansi dan rapat massa alam semesta, cara ain adalah melihat pada
sejarah ekspansi. Gambar diatas mengfokuskan pada sejarah ekspansi yang
diilustrasikan pada ambar lainnya, menunjukkan tiga model dari sejarah
ekspansi antara Big Bang dan massa kini. Meskipun tiga model berbeda
dalam memprediksikan umur alam semesta, hal ini sangat sulit untuk
mengukur secara langsung. Kita malah dapat mencari perbedaan antara
model pada perbedaan redshifts atau pergeseran yang terjadi
ketika cahaya datang dari objek dilihat secara proporsional meningkat
pada panjang gelombang, atau bergeser ke ujung merah spektrum.
Ketika kita mengobservasi sebuah galaksi pada redshifts z=1,
panjang gelombang cahaya datang darinya telah memulur oleh faktor 2.
Ini berarti alam semesta hanya setengahnya dari ukuran masa kini ketika
sinar meninggalkan galaksi. Garis horisontal pada grafik 4 enunjukkan
ketika alam semesta berukuran setengah dari besar ukuran sekarang.
Pada model yang rendah, laju ekspansi hanya sedikit melambat, jadi
ketika alam semesta berukuran setengah besarnya, alam semesta akan
berumur setengah kali lebih tua daripada sekarang, cahaya telah merambat
selama 2,5 milyar tahun untuk mencapai kita. Pada model yang tinggi
alam semesta mengandung massa yang lebih banyak, yang membuat alam
semesta melambat secara cepat. Pada model ini cahaya dari objek pada z=1
merambat dibawah 4 milyar tahun. Dengan kata lain, jarak menuju sebuah
galaksi dengan sebuah redshift akan terukur lebih kecil jika lebih luas. Pada dasarnya, kita dapat menentukan nilai jika kita dapat mengukur redshifts dan jarak antar galaksi-galaksi.
Obervasi supernova memungkinkan kita melakukan beberapa pengukuran,
meskipun hal tersebut sering menemui kesulitan untuk memperoleh untuk
beberapa galaksi yang jauh. Pada tahun 1990an, dengan menggunakan Hubble Space Telescope,
para ahli astronomi memiliki kemungkinan untukledakan-ledakan supernova
pada beberapa galaksi yang jauh. Terutama mereka telah mendeteksi
supernova tipe Ia, yang dihasilkan dari ledakan white dwarfs.
Hasilnya ditunjukkan pada grafik 4. Garis yang tergambar pada grafik
adalah prediksi alam untuk semesta dengan yang rendah. Hal tersebut
diharapkan bahwa semua perhitungan jarak akan menjadi kecil daripada
ini. Cenderung kekiri garis. Malah pengukurannya cenderung berapa pada
sisi kanan garis. Hal ini mengimplikasikan bahwa alam semesta
berekspansi lebih lambat diwaktu lampau daripada sekarang ekspansi alam
semesta semakin cepat.
- C. Energi Gelap
Gambar 4. Alam semesta beserta materi gelap akan mempercepat lebih cepat di masa depan.
Pembahasan kita mengenai alam semesta saat ini didasarkan pada asumsi
bahwa ekspansi disebabkan hanya oleh gravitasi materi didalamnya. Hal
ini sebenarnya muncul menjadi sebuah penjelasan yang baik tentang
bagaimana alam semesta mengembang, tetapi tarikan gravitasi hanya dapat
semakin melemahkan ekspansi, dan hal ini bukan hasil yang ditunjukkan
oleh supernova.
Penjelasan terbaik saat ini dari hasil yang kuat ini datang dari
usaha awal Einstein untuk mengembangkan teori relitivitas umum. Einstein
mengembangkan persamaan-persamaan untuk menjelaskan bagaimana materi
dan energy curve space dan pembentukan gaya gravitasi. Ketika
dia memecahkan beberapa persamaan, dia meletakkan bersamaan untuk
mendeskripsikan grativitas, solusi matematisnya memungkinkan sebuah
bentuk tambahan. Bentuk ini disebut tetapan kosmologis karena matematika relativitas umum mengusulkan bahwa hal tersebut seharusnya sama dimanapun dan sepanjang waktu.
Sebuah cara penjelasan tetapan kosmologis adalah sebagai sebuah
energi yang mengisi sebuah ruang.energi ini tidak seperti energi-energi
yang familiar untuk kita. Tetap konstan dimana pun, tetap ada bahkan
ketika tidak ada apapun kecuali ruang, dan tidak berubah menipis seiring
dengan ruang yang mengembang. Hal ini berbeda dengan bagaimana sifat
materi dan energi elektromagnetik yang menyebar dan menjadi semakin
tipis seiring dengan alam semesta yang mengembang.
Tidak ada pengukuran pada massa Einstein untuk menentukan nilai dari
tetapan kosmologis. Bagaimanapun juga, jika tetapan kosmologis adalah
nol, meniadakan pengaruh gravitasi[12].
Level tetap dari energi dimanapun menciptakan sebuah jenis tolakan
kosmik, memicu ruang untuk berekspansi lebih cepat. Para ahli astronomi
telah memberikan nama deskriptif tetapan kosmologis energi gelap karena merupakan pendamping materi gelap.
Sebenarnya, Einstein telah mengembangkan relatifitas umum sebelum
Hubble menemukan ekspansi alam semesta, dan pada waktu itu alam semesta
telah sedikit tetap statis daripada berekspansi atau berkontraksi.
Relativitas umum memperkirakan bahwa alam semesta seharusnya bergerak,
jadi Einstein mengusulkan bahwa tetapan kosmologis kemungkinan menjadi
cukup besar dan menyeimbangkan tarikan gravitasi, membuat alam semesta
statis/diam. Kemudian, dalam beberapa tahun sejak Usulan Einstein
tentang tetapan kosmologi, para ahli astronomi menemukan bahwa alam
semesta pada faktanya mengembang, dan Einstein menyimpulkan dia
seharusnya menetapkan tetapan kosmologis sama dengan nol seterusnya. Dia
menyebutnya “greatest blunder” karena dia kemungkinan memiliki
perkiraan sebenarnya mengenai ekspansi alam semesta untuk memasukkan
kedalam daftar penemuannya yang luar biasa. Sejak saat itu, para ahli
kosmologi mencatat kemungkinan dari tetapan kosmologis, tapi
berdekade-dekade sebagian besar mengasumsikan bahwa konstanta kosmologis
bernilai nol.
Pola ekspansi yang telah diprediksi untuk alam semesta dengan
perkiraan terkini dari energi gelap dan materi gelap ditunjukkan pada
gambar 6. Pada model ini, alam semesta pada awalnya berekspansi dengan
cepat, namun tarikan gravitasi dari materi mulai memperlambat ekspansi.
Bersamaan dengan itu, materi menipis dan gravitasinya menjadi lebih
lemah. Sementara itu, walaupun, energi gelap akan tetap konstan,
sehingga efek tolakannya mulai menjadi pengaruh yang kuat untuk
mempercepat alam semesta. Alam semesta telah meneruskan kecepatan
selanjutnya, jika kita memperhitungkan ke masa depan, alam semesta
seharusnya berekspansi semakin cepat dan cepat.
Jika model ini benar dan merupakan teori yang paling baik
berimplikasi bahwa alam semesta akan menghentikan dirinya sendiri. ruang
akan berekspansisemakincepat dan cepat sampai materi pada saat ini
saling berdekatan bersama banyak sekali dengan ekspansi ruang yang
cepat. Ini adalah alternatif nasib dimana alam semesta tidak berekspansi
selamanya: berekspansi sangat cepat dimana setiap bagian dari alam
semesta pada akhirnya tertarik terpisah dari setiap bagian lainnya pada
kecepatan yang menjadi semakin cepat yang mana semuanya musnah dari
penglihatan masing-masing.
BAB IV
PEMBAHASAN
- A. Ranah Integrasi-Interkoneksi teori Kehancuran Alam Semesta
- 1. Ranah Epistimologi teori Kehancuran Alam Semesta dalam QS. Al-Anbiyaa’ ayat 104 dan Teori Big Crunch
“ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat
lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama
Kami akan mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya
Kami-lah yang akan melaksanakannya.”
Ayat diatas menyatakan bahwa langit akan digulung seperti
lembaran-lembaran kertas dalam hal ini langit akan berubah betuk dari
luar menjadi sempit. Alam semesta pada teori Big Crunch diprediksi tidak
akan berekspansi secara terus menerus. Menurut rapat massa alam
semesta, suatu saat nanti gaya gravitasi antar galaksi yang mempengaruhi
ekspansi akan melemah. Dan secara langsung akan memperlambat laju
ekspansi.
Sebagaimana dinyatakan pada teori Big Crunch, dimana bukan hanya gaya
gravitasi yang mempengaruhi ekspansi alam semesta. Namun awal mula
terjadinya ekpansi itu sendiri juga sangat berpengaruh atas
kelangsungan ekspansi alam semesta ini. Sebuah proses ekspansi alam
semesta pada awalnya tentu menghasilkan ukuran alam semesta yang berbeda
dengan sekarang. Ukuran alam semesta pada awal ekspansi menentukan
kecepatan ekspansi pada waktu itu. Dan didapatkan bahwa laju ekspansi
pada masa yang lalu lebih lambat daripada masa kini. Hal tersebut juga
ditemukan ketika dilakukan observasi terhadap supernova jenis Ia.
Selain gaya gravitasi didalam materi penyusun alam semesta, terdapat
beberapa energi yang mempengaruhi ekspansi alam semesta yaitu energi
gelap. Yang sifatnya sebanding dengan dorongan awal sebuah titik sumber
ekspansi. Energi gelap ini terdapat dalam alam semesta dalam berkaitan
erat dengan materi gelap. Sifat energi gelap ini memicu laju ekspansi.
Teori ini telah dibuktikan dengan hasil pengamatan Hubble Space Telscope yang mengobservasi supernova-supernova bahkan yang jauh sekalipun.
Ranah epistimologi yang digunakan dalam pembahasan ini menggunakan
metode informatif- konfirmatif/klarifikatif yaitu sains memberikan
penjelasan yang lebih khusus terhadap pernyataan pada Al-Qur’an.
- 2. Ranah Aksiologi teori Kehancuran Alam Semesta
Semangat Al-Qur’an, menurut Fazlur Rahman, adalah semangat moral.[13]
Bahkan tujuan Nabi diutus ke bumi untuk menyempurnakan moral. Oleh
karena itu, setiap upaya penafsiran Al-Qur’an tidak dapat melepaskan
diri dari pesan dan moral. Demikian halnya dengan ayat Al-Qur’an yang
mebahas tentang kehancuran alam. Ada beberapa pesan moral kehancuran
alam semesta
- Mengubah Pandangan Hidup Dunia Materialistik Menjadi Seimbang Antara Dunia Akhirat
Adanya kehidupan akhirat, menurut Qur’an adalah sangat penting karena berbagai alasan. Pertama, moral
dan keadilan, menurut Al-Qur’an adalah kualitas untuk menilai amal
perbuatan manusia karena keadilan tidak dapat dijamin berdasarkan apa
yang terjadi di dunia. Kedua, tujuan-tujuan hidup harus dijelaskan dengan seterang-terangnya, sehingga manusia dapat melihat apa yang telah diperjuangkan. Ketiga, pembantahan dan perbedaan pendapat dan konflik di antara orientasi-orientasi manusia harus diselesaikan
- Mendorong manusia berfikir Positif
Pesan moral kehancuran alam (kiamat) adalah untuk mendorong manusia
beraktifitas yang positif (amal sholeh). Pengetahuan sains telah
menyebutkan bahwa kehancuran alam pasti akan terjadi. Dalam Al-Qur’an,
berbagai ayat mengajarkan akan keyakinan akan adanya hari pembalasan
mengantarkan manusia untuk melakukan berbagai amal sholeh dalam
kehidupannya.
- Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab
Amir Nuruddin mengutip pendapat A. Mukti Ali bahwa semangat poko
dalam Al-Qur’an adalah untuk menanamkan ke dalam jiwa kesadaran tentang
tanggung jawab.
- Pembenahan Diri Seawal Mungkin
Sains tidak apat dikatakan netral, melainkan mengandung nilai-nilai
yang menyusup melalui para pakar yang mengembangkannya. Umat islam harus
menekankan kepada umat muslim terutama peserta didik bahwa sains
didasarkan pada eksperimental dan observasi terhadap alam yang tampak
ini dan tidak mempunyai sekelumit pun pengetahuan tentang alam gaib.
Kita harus menegaskan bahwa ekstrapolasi sains sampai pada periode
penciptaan alam semesta tidak dijamin kebenarannya karena para pakar
sendiri tidak tahu apa yang terjadi sebelum apa yang mereka namakan
waktu Planck; yaitu seper-sepuluh-juta-triliun-triliun sekon sesudah
penciptaan. Dan umat islam harus menjelaskan bahwa sains berkembang
melalui berbagai tahapan. Pada tahapan-tahapan tertentu mungkin saja
dalam sains tidak sesuai, atau bahkan saling bertentangan dengan isli
Al-Qur’an. Akan tetapi karena sains dikembangkan untuk mencari
kebenaran, maka pada akhirnya akan bersesuaian dengan Al-Qur’an.[14]
- B. Model Integrasi-Interkoneksi teori Kehancuran Alam Semesta
- 1. Model Informatif teori kehancuran Alam Semesta
Pembahasan mengenai kehancuran alam semesta dalam sudut pandang Islam
dan sains menunjukkan adanya kesamaan. Ilmu Islam (Al-Qur’an)
memberikan informasi kepada ilmu sains dan teknologi bahwa alam semesta
akan mengerut dan mengalami kehancuran. Dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 104
“ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku.”
Secara tersurat menjelaskan bagaimana proses terjadinya hari akhir atau
kehancuran dari alam semesta. Demikian juga dalam sains yang
menjelaskan proses kehancuran alam semesta yang serupa. Menurut Teori
Big Crunch, alam semesta akan berhenti berekspansi dan menyusut menjadi
sebuah titik. Dengan demikian, displin ilmu Islam memberikan informasi
kepada disiplin ilmu sains.
- 2. Model Konfirmatif/ Klarifikatif teori Kehancuran Alam Semesta
Al-Quran dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 104 yang menjelaskan “ Pada
hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku.
Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan
mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang
akan melaksanakannya.” Ayat tersebut menerangkan bahwa
bumi yang dihuni oleh manusia dan makhluk lainnya akan mengalami
kehancuran. Agama islam menyebutnya dengan hari kiamat, seperti yang
termuat pada rukun iman yang ke-6, yaitu iman kepada hari akhir.
Fenomena kehancuran alam semesta yang telah dijelaskan oleh Al-Qur’an
kemudian dipertegas oleh ilmu sains dan teknologi yaitu Teori Big
Crunch. Dengan demikian, para ilmuan telah membuktikan QS. Al-Anbiyaa’
ayat 104 secara ilmiah yaitu dengan Teori Big Crunch.
BAB V
PENUTUP
- A. Kesimpulan
- Ranah Integrasi-Interkoneksi pada pembahasan kehancuran alam semesta adalah epistemologi-epistemologi dan aksiologi-aksiologi.
QS. al-Anbiyaa’:104 menyatakan bahwa langit akan digulung seperti
lembaran-lembaran kertas dalam hal ini langit akan berubah betuk dari
luar menjadi sempit. Alam semesta pada teori Big Crunch diprediksi akan
mengembang sampai titik maksimal lalu mengecil menjadi satu titik.
- Model Integrasi-Interkoneksi pada pembahasan kehancuran alam semesta adalah informatif-konfirmatif/klarifikatif.
Ilmu Islam (Al-Qur’an) memberikan informasi kepada ilu sains (teori Big Crunch) tentang kehancuran alam semesta
Informasi tentang kehancuran alam semesta dalam Al-Qur’an dipertegas oleh ilmu sains (Teori Big Crunch)
- B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca untuk meneliti kehancuran alam atau
mimata dengan pendekatan ilmu pengetahuan. Dengan pendekatan itu,
diharapkan kiamata dapat dijelaskan secara lebih rasional dengan
menggunakan berbagai teori-teori dan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan
yang modern dengan masih berpijak pada Al-Qur’an sebagai petunjuk
manusia. Sehingga antara Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan akan saling
melengkapi dengan menghilangkan dikotomi di antara keduanya.
Oleh karena itu, bagi para ilmuwan dan umat islam pada umumnya serta
pemakalah pada khususnya, dapatlah mengembangkan diri dan bangkit serta
kembali menguasai ilmu pengetahuan, sesuai dengan dispilin ilmu yang
dikuasai atau diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Baiquni, Achmad.1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. 2010. Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Marzuki, A. Khoirun. 1997. Kiamat: Surga dan Neraka.Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Rahman, Fazlur. 1994. Islam, terj. Ahsin Muhamad. Bandung: Pustaka.
Schneider, Stephen Ewing. 2007. Pathways To Astronomy. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lantera Hati.
Sulaiman, Ahmad Mahmud. 2001. Tuhan dan Sains. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
[1] Achmad Baichuni, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hal. 273.
[2] Ibid., hal. 274.
[3] A. Khoirun Marzuki, Kiamat: Surga dan Neraka (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997)
[4] Ahmad Mahmud Sulaiman, Tuhan dan Sains (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001), Hal. 30.
[5] Achmad Baichuni, op. cit., hal. 260.
[6] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lantera Hati. 2002), hal. 514-515
[7] Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010), hal. 134.
[8] Ibid., hal 135.
[9] Ibid.
[10] Stephen Ewing Schneider. Pathways To Astronomy. ( New York: The McGraw-Hill Companies, Inc., 2007), hal. 676.
[11] ibid
[12] ibid
[13] Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Muhamad (Bandung: Pustaka, 1994), hal 36
[14] Achmad Baiquni, op. cit., h.274
share : http://cintaifisika18.wordpress.com/2012/05/14/bab-ipendahulua/
share : http://cintaifisika18.wordpress.com/2012/05/14/bab-ipendahulua/
No comments:
Post a Comment