Membuktikan dengan logika Akal bahwa Allah adalah Pencipta (Al Khaliq) : Adanya Pencipta
Islam dibangun di atas satu dasar, yaitu akidah. Akidah menjelaskan bahwa di balik alam semesta, manusia, dan hidup, terdapat Pencipta (Al-Khaliq) yang telah meciptakan ketiganya, serta yang telah meciptakan segala sesuatu lainnya. Dialah Allah SWT. Bahwasanya Pencipta telah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Ia bersifat wajibul wujud, wajib adanya. Sebab, kalau tidak demikian, berarti Ia tidak mampu menjadi Khaliq. Ia bukanlah makhluk, karena sifat-Nya sebagai Pencipta memastikan bahwa diri-Nya bukan makhluk. Pasti pula bahwa Ia mutlak adanya, karena segala sesuatu menyandarkan wujud atau eksistensinya kepada diri-Nya; sementara Ia tidak bersandar kepada apapun.
Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya Pencipta yang
menciptakannya, dapat diterangkan sebagai berikut: bahwa segala sesuatu
yang dapat dijangkau oleh akal terbagi dalam tiga unsur, yaitu manusia,
alam semesta, dan hidup. Ketiga unsur ini bersifat terbatas, lemah,
serba kurang, dan saling membutuhkan kepada yang lain. Misalnya manusia.
Manusia terbatas sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang sampai pada
batas tertentu yang tidak dapat dilampuinya lagi. Ini menunjukkan bahwa
manusia bersifat terbatas. Begitu pula halnya dengan hidup, bersifat
terbatas, karena penampakannya bersifat individual. Apa yang kita
saksikan selalu menunjukkan bahwa hidup ini berakhir pada satu individu
saja. Jadi, hidup juga bersifat terbatas. Sama halnya dengan alam
semesta yang memiliki sifat terbatas. Alam semesta merupakan himpunan
dari benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki keterbatasan.
Himpunan segala sesuatu yang terbatas, tentu terbatas pula sifatnya.
Jadi, alam semesta pun bersifat terbatas. Walhasil, manusia, hidup, dan
alam semesta, ketiganya bersifat terbatas.
Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, akan
kita simpulkan bahwa semuanya tidak azali. Jika bersifat azali (tidak
berawal dan tidak berakhir), tentu tidak mempunyai keterbatasan. Dengan
demikian segala yang terbatas pasti diciptakan oleh “sesuatu yang lain”.
“Sesuatu yang lain” inilah yang disebut Al-Khaliq. Dialah yang
menciptakan manusia, hidup, dan alam semesta. Dalam menentukan
keberadaan Pencipta ini akan kita dapati tiga kemungkinan. Pertama, Ia
diciptakan oleh yang lain. Kedua, Ia menciptakan diri-Nya sendiri.
Ketiga, Ia bersifat azali dan wajibul wujud. Kemungkinan pertama bahwa
Ia diciptakan oleh yang lain adalah kemungkinan yang bathil, tidak dapat
diterima oleh akal. Sebab, bila benar demikian, tentu Ia bersifat
terbatas. Begitu pula dengan kemungkinan kedua, yang menyatakan bahwa Ia
menciptakan diri-Nya sendiri. Jika demikian berarti Dia sebagai makhluk
dan Khaliq pada saat yang bersamaan. Hal yang jelas-jelas tidak dapat
diterima. Karena itu, Al-Khaliq harus bersifat azali dan wajibul wujud. Dialah Allah SWT.
Siapa saja yang mempunyai akal akan mampu membuktikan —hanya dengan
adanya benda-benda yang dapat diinderanya— bahwa di balik benda-benda
itu pasti terdapat Pencipta yang telah menciptakannya. Fakta menunjukkan
bahwa semua benda itu bersifat serba kurang, sangat lemah, dan saling
membutuhkan. Hal ini menggambarkan segala sesuatu yang ada hanyalah
makhluk. Jadi untuk membuktikan adanya Al-Khaliq Yang Maha Pengatur,
sebenarnya cukup hanya dengan mengarahkan perhatian manusia terhadap
benda-benda yang ada di alam semesta, fenomena hidup, dan diri manusia
sendiri. Dengan mengamati salah satu planet yang ada di alam semesta,
atau dengan merenungi fenomena hidup, atau meneliti salah satu bagian
dari diri manusia, akan kita dapati bukti nyata dan meyakinkan akan
adanya Allah SWT.
Karena itu, dalam Al-Quran terdapat ajakan untuk mengalihkan perhatian
manusia terhadap benda-benda yang ada, seraya mengajaknya turut
mengamati dan memfokuskan perhatian terhadap benda-benda tersebut dan
segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, atau yang berhubungan
dengannya, agar dapat membuktikan adanya Allah SWT. Dengan mengamati
benda-benda tersebut, bagaimana satu dengan yang lain saling
membutuhkan, akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan dan pasti,
akan adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur. Al-Quran telah
membeberkan ratusan ayat berkenaan dengan hal ini, antara lain
firman-firman Allah SWT:
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي
الألْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal”
(TQS. Ali 'Imron [3] : 190).
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ
“(Dan) Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah diciptakan-Nya langit dan bumi serta berlain-lainannya bahasa dan warna kulitmu” (TQS. Ar-Rum [30]: 22)
أَفَلا يَنْظُرُونَ إِلَى
الإبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ
رُفِعَتْ
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ
نُصِبَتْ
وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ
سُطِحَتْ
“Apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan?” (TQS. Al-Ghasyiyah [88]: 17-20)
فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ
مِمَّ خُلِقَ
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ
دَافِقٍ
يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ
الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ
“Hendaklah manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan? Dia diciptakan dari air memancar, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dengan tulang dada perempuan” (TQS. At-Thariq [86]: 5-7)
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي
تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ
السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا
مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ
السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Silih bergantinya malam dan siang. Berlayarnya bahtera di laut yang membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Ia hidupkan bumi sesudah matinya (kering). Dan Ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya (semua itu) terdapat tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (TQS. Al-Baqarah [2]: 164).
Banyak lagi ayat serupa lainnya, yang mengajak manusia untuk memperhatikan benda-benda alam dengan seksama, dan melihat apa yang ada di sekelilingnya maupun yang berhubungan dengan keberadaan dirinya. Ajakan itu untuk dijadikan petunjuk akan adanya Pencipta yang Maha Pengatur, sehingga imannya kepada Allah SWT menjadi iman yang mantap, yang berakar pada akal dan bukti yang nyata.
share : http://pondok.omasae.com/2013/07/membuktikan-allah-adalah-pencipta.html
BUKTI ADANYA ALLAH SWT
Sebenarnya masalah tentang keberadaan Allah SWT sudahlah
nyata, bahkan suatu hakikat yang tidak perlu diragukan lagi
persoalannya. Tidak ada jalan untuk mengingkarinya. Persoalan tentang
keberadaan Allah SWT adalah terang benderang bagaikan cahaya fajar
diwaktu pagi yang cerah.
Semua yang ada dilingkungan alam semesta ini pun dapat digunakan
sebagai bukti tentang adanya Tuhan (Allah SWT), bahkan benda-benda yang
terdapat disekitar alam semesta dan unsur-unsurnya dapat pula
mengokohkan atau membuktikan bahwa benda-benda itu pasti ada pencipta
dan pengaturnya.
- 1. ALAM SEMESTA ADALAH PENGOKOHAN WUJUD MAHA PENCIPTA
Periksalah alam cakrawala yang ada diatas kita, yang didalamnya itu
terdapat matahari, bulan, bintang, dan sebagainya. Demikian pula alam
yang berbentuk bumi ini dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya baik
yang berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda padat, juga
perihal adanya hubungan yang erat dengan perimbangan yang pelik yang
merapikan susunan diantara alam-alam yang beraneka ragam itu serta yang
menguatkan keadaannya masing-masing itu, semuanya tidak lain kecuali
merupakan tanda dan bukti perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan
adanya Dzat itu juga membuktikan keesaanNya dan hanya Dia sajalah yang
Maha Kuasa untuk menciptakannya.
Kiranya tidak terlukis sama sekali dalam akal fikiran siapapun bahwa
benda-benda tersebut terjadi tanpa ada yang mengadakan atau menjadikan,
sebagaimana juga halnya tidak mungkin terlukiskan bahwa sesuatu buatan
itu tidak ada yang membuatnya. Oleh sebab itu, manakala sudah tetap
bahwa penciptaan alam semesta ini memang karena adanya kesengajaan, maka
tetap pula lah perihal adanya Tuhan (Allah) sebagai Dzat Maha Pengatur
yang bijaksana, Maha Mulia dan Tinggi yakni dari jalan yang sama-sama
dapat dirasakan.
Dengan demikian tidak ada jalan lain untuk membantah atau
mengingkarinya dan ini tepat sekali dengan apa yang difirmankan oleh
Allah SWT:
“Apakah dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha Pencipta langit dan bumi?” (S. Ibrahim:10).
Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yg Agung:
“Sesungguhnya Rabb kalian semua adalah Allah yg telah menciptakan langit & bumi dalam masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy. Dia menutupkan malam pd siang yg mengikutinya dgn cepat, & diciptakannya pula
matahari, bulan & bintang-bintang (masing-masing) tunduk pd
perintah-Nya, Ingatlah menciptakan & memerintah itu hanyalah hak
Allah, Maha suci Allah Rabb semesta alam .” (Al Qur’an Surat: Al A`raaf:;54)
- 2. FITRAH SEBAGAI BUKTI ADANYA ALLAH
Alam semesta atau jagad raya dengan segala sesuatu yang ada
didalamnya yang nampak sangat teratur kokoh, indah, sempurna, rapi dan
seluruhnya sebagai ciptaan baru, bukannya itu saja yang dapat digunakan
sebagai saksi tentang adanya Tuhan (Allah) yang maha mendirikan langit
dan bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan
untuk itu dan bahkan dapat lebih meresapkan. Saksi yang lainnya itu
adalah berupa perasaan-perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan
yang merasakan akan adanya Allah SWT. Perasaan ini adalah sebagai
pembawaan sejak manusia itu dilahirkan dan oleh sebab itu dapat disebut
sebagai perasaan fitrah. Fitrah adalah keaselian yang diatasnya itulah
Allah menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula diibaratkan dengan
kata lain sebagai gharizah diniah atau pembawaan keagamaan.
Ghazirah dianiah adalah satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah
antara makhluk Tuhan yang disebut manusia dan yang disebut binatang,
sebeb binatang pasti tidak memikirkannya. Ghazirah keagamaan ini
adakalanya tertutup atau hilang, sebagian atau seluruhnya, dengan adanya
sebab yang mendatang, sehingga manusia yang sedang dihinggapi penyakit
ini lalu tidak mengerti sama sekali tentang kewajiban dirinya terhadap
Tuhan. Ia tidak terjaga dari kenyenyakan tidurnya dan tidak dapat
dibangunkan dari kelalaiannya itu, kecuali apabila ada penggerak yang
menyebabkan ia jaga dan bangun. Setelah kebangunannya ini barulah ia
akan meneliti penyakit apa yang sedang dideritanya itu atau bahaya apa
yang sedang meliputi tubuhnya dan mengancam keselamatannya.
Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirnan :
“Dan jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka ia pun berdoalah
kepada Kami (Allah) diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri.
Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, iapun berjalanlah
seolah-olah tidak pernah berdoa kepada Kami atas bahaya yang telah
menghinggapinya itu”. (S. Yunus.12).
- 3. BUKTI KEJADIAN DAN PENGALAMAN
Setiap manusia tentu pernah berdoa kepada Tuhannya, kemudian
dikabulkanlah apa yang menjadi permintaannya. Pernah pula memanggilNya
dan iapun dijawab apa yang diinginkan serta dikehendakinya. Ia pernah
pula memintaNya dan apa yang diminta itupun diberikan. Tidak sedikit
orang yang sakit dan memohon kesembuhan kepadaNya disamping berusaha
dengan berobat yang dilakukan dan kemudian ia berhasil sembuh.
Pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupannya di dunia ini
sebenarnya sudah membimbing dirinya sendiri untuk dapat sampai kepada
penemuan akan Allah SWT secara kesadaran dan bukan karena adanya
paksaan, sebab pengalaman-pengalaman itu memang dapat membuka segala
macam hakikat yang ia sendiri pasti tidak merasakan dengan panca
inderanya.
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan
Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya
dari bencana yang besar.” (Al Anbiya: 76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu.” (Al Anfaal: 9)
Anas bin Malik Ra berkata, “Pernah ada seorang badui datang pada hari Jum’at. Pada waktu itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata’ “Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengatasi kesulitan kami.” Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada Jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah.” Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami.” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan).” (HR. Al Bukhari)
Anas bin Malik Ra berkata, “Pernah ada seorang badui datang pada hari Jum’at. Pada waktu itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata’ “Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengatasi kesulitan kami.” Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada Jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah.” Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami.” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan).” (HR. Al Bukhari)
- 4. BUKTI-BUKTI DARI NAQAL (KETERANGAN AGAMA)
Diantara bukti-buktinya yang dapat kita saksikan tentang wujudnya
Allah ialah bahwa para nabi dan rasul yang terpilih dari sekian banyak
hamba-hambaNya, mereka itu semua adalah manusia yang amat pilihan
sekali,seluruhnya itu sejak zaman nabiullah Adam a.s sampai ke zaman
Rasulullah SAW mempunyai satu garis penyiaran yang benar-benar
sama dan sejalan, yaitu memberitahukan dengan pasti kepada seluruh umat
manusia bahwa alam semesta ini ada Tuhan (Allah) yang Maha Bijaksana. Oleh segenap nabi dan rasul itu hanya satu itulah pokok penyiaran yang disampaikannya yang merupakan hal yang penting sekali.
Allah SWT memberikan pengokohan kepada para nabi dan rasulNya itu
untuk mengalahkan segenap musuh dan lawannya, kemudian menjadikan
kalimat Tuhan sebagai mercusuar yang tertinggi dan kekufuran dibenamkan
sampai kebawah sekali.
Sabda Nabi dan Rasul adalah benar dalam ucapannya terhadap Allah SWT,
berikhlas hati untukNya, penganjur untuk mengajak menuju jalanNya yang
benar, membela keagungan agamaNya dan memperoleh pengokohan yang berupa
kemukjizatan dari padaNya.
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan
tongkatmu.: Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah
seperti gunung yang besar.” (Asy Syu’araa: 63)
Selanjutnya mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan
orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin
Allah. Allah swt berfirman:
“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah.” (Ali Imran: 49)
- 5. DALIL NAQLI
Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya Allah, dan
dengan akal pikiran bisa membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan
dalil naqli (al-Quran dan Sunnah) untuk membimbing manusia untuk
mengenal Tuhan yang sebenarnya (Allah) dengan segala asma dan sifatNya.
Sebab fithrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang
sebenarnya itu (Allah).
- Allah SWT adalah Al-awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujudNya. Dia juga Al-Akhir akhirnya tidak ada akhir dari wujudNya.
“Dialah yng awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin, dan Dia Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hadid 57:3).
- Tidak ada satu pun yang menyerupaiNya.
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (As-Syura 42:11).
- Allah SWT Maha Esa
“Katakanlah : ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa…” (Al-Ikhlas 112:1).
- Allah SWT memiliki Al-Asma’ was Shiffaat (nama-nama dan sifat-sifat) yang disebutkanNya untuk diriNya di dalam Al-Quran serta semua nama dan sifat yang dituturkan untukNya oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, seperti Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, Al’Aliim, Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir dan lain-lain.
Firman Allah :
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya
dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka perbuat.” (Al-A’raf 7:18).
- 6. PENGOKOH KETUHANAN
Bukti-bukti adanya Tuhan diantaranya lagi adalah bahwa umat yang
beriman kepada Tuhan (Allah) dengan keimanan yang sebenar-benarnya,
mereka itulah ummat yang tertinggi dari yang lainnya perihal ilmu
pengetahuan dan lebih banyak pula peradaban dan tata kesopanannya.Selain
itu juga pasti lebih suci jiwanya, lebih bersih hatinya, lebih banyak
pengorbanannya dan lebih suka mengalahkan diri sendiri dan paling banyak
memberikan kemanfaatan kepada sesama manusia.
Kaum mukmin sengaja diberi oleh Allah SWT suatu pertolongan yang
berupa kekuatan yang dapat digunakan untuk membetulkan peri
kemanusiaannya, agar dengan demikian dapatlah dicapai setinggi-tinggi
kesempurnaan hidup yang dapat diperoleh manusia sebagai makhluk Allah.
Jadi, adanya perubahan dalam jiwa kaum mukmin, sifat-sifat, akhlak atau
budi pekerti serta kecondongan-kecondongan itu adalah merupakan bukti
yang seterang-terangnya tentang adanya kekuatan rohaniah yang amat
rahasia dan tersembunyi yang bekerja secara diam-diam dibalik tubuh yang
kasar ini. Kesan-kesan demikian ini nampak jelas dalam apa yang
ditempuh oleh kaum mukmin dalam perjalanan hidupnya dan dengan
ikatan-ikatan yang penuh rahasia itu pula akan dicapainya kedudukan yang
setinggi-tingginya.
WUJUD ALLAH SWT :
Wujud Allah SWT adalah nyata benar, dan tetap ada di dalam jiwa serta
merupakan penarik keajaiban-keajaiban, keindahan segala yang dibuatNya
dan keagungan tanda-tandaNya.
Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?’. Tentu mereka akan menjawab : ‘Allah’”. (S. Luqman:25)
DZAT ALLAH HANYA DAPAT DISIFATKAN DAN TIDAK DAPAT DILIHAT
Qur’an ketika memperkenalkan Allah SWT kepada manusia sebagai
penciptanya, selalu memperhunakan bukti-bukti dan bekas-bekas
(kejadian-kejadian) yang menunjukkan sifat-sifat Tuhan, kesempurnaan,
keindahan dan kemurnianNya serta suci dari menyerupai makhlukNya.
Disamping itu, Qur’an menutup pintu penyelidikan manusia untuk meninjau
lebih jauh dan memikirkan dengan mendalam sekitar hakikat Allah dan
DzatNya.
Firman Allah :
“Itulah Allah, Tuhan kamu, tidak ada Tuhan selain dari padaNya,
Pencipta segala sesuatu. Sebab itu, sembahlah Dia, dan Dia pengurus
segalanya. Penglihatan tidak sampai melihatNya, tetapi Dia mengetahui
segala penglihatan. Dia Lemah Lembut dan Maha Tahu.” (Qur’an 6: 102-103).
Diceritakan dalam Qur’an, pada suatu ketika Nabi Musa memohon kepada
Tuhan supaya dapat melihatNya, dengan arti Tuhan memperlihatkan diriNya
dengan nyata kepada Musa. Tuhan menjawab, bahwa Musa tidak akan dapat
melihatNya.
Firman Allah :
“Setelah Musa sampai kepada waktu yang ditentukan itu, dan Tuhan
telah berfirman kepadanya, lalu dia mengatakan : Wahai Tuhanku.
Perlihatkanlah diri engkau kepadaku supaya dapat kulihat. Tuhan menjawab
: engkau tidak akan dapat melihat Aku. Memandanglah kepada bukit itu,
kalau dia tetap ditempatnya, nanti engkau dapat melihat Aku. Tetapi
setelah Tuhan memperlihatkan kebesaran diriNya kepada bukit itu, ia jadi
runtuh dan Musa jatuh pingsan. Setelah Musa sadar akan dirinya, dia
mengatakan : Maha Suci Engkau. Aku kembali (tobat) kepada Engkau, dan
akulah orang yang mula-mula beriman.
“Tuhan mengatakan : Hai Musa. Sesungguhnya Aku telah memilih
engkau lebih dari orang lain, untuk menyampaikan risalahKu (perutusanKu)
dan perkataanKu. Sebab itu, ambillah apa yang Ku berikan kepada engkau,
dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang tahu berterima kasih.” (Qur’an 7 : 143 : 144).
Dari keterangan diatas ternyata kelemahan manusia untuk mengetahui
hakikat Allah yang Maha Suci itu. Hal itu merupakan ‘aqidah iman kepada
Allah. Dengan sendirinya, kelemahan manusia itu sendiri menjadi bukti
yang nyata tentang ketinggian sifat Ketuhanan, sehingga tidak dapat
dimasukkan ke dalam lingkungan obyek pemikiran akal manusia yang sangat
terbatas kekuatannya. Pemikiran itu tidak mempunyai kemampuan untuk
menembus alam gaib (meta physic) dibalik alam benda ini. Alam gaib itu
tidak dapat disamakan dengan alam benda yang nyata ini. Jalan untuk
mengetahui Tuhan dan mempercayai, bahwa Dia Ada dan Esa adalah dengan
memperhatikan bekas-bekas (perbuatan) Tuhan dan juga dengan
memperhatikan kesadaran batin yang ada dalam jiwa, sebagaimana yang
telah disebutkan dalam keterangan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Taymiyah, Ibnu. 1983. Aqidah Islam. Bandung : Al-Ma’arif.
Ilyas, Yunahar. 2004. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Syaltut, Mahmud. 1994. Aqidah dan Syariah Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
download
share : http://arrumnyaeppy.wordpress.com/2011/12/04/makalah-pembuktian-adanya-allah-swt/